KITA banyak melihat, terutama di media sosial, tak sedikit yang menganggap pidato Presiden Prabowo Subianto soal Palestina-Israel adalah pidato lembek.
Tak ada angan besar membela si Saudara Tua. Justru memberi ruang besar ke Israel. Kok siap akui Israel, tidak langsung teriak hanya Palestina yang paling berhak?
Kemudian, banyak yang menautkannya dengan ghiroh, gairah besar, dalam membela panji Islam.
Diksi Islam menjadi keniscayaan bagi Indonesia sebagai satu dari dua negara Muslim terbesar di dunia.
Lumrah untuk penduduk Muslim, dengan pemimpian dan rakyatnya, saling mendukung kemerdekaan sejak tahun 1950-an lalu.
Juga, wajar bagi masyarakat dari negara yang sampai punya rumah sakit Indonesia di Palestina sebagai bentuk solidaritas optimum-nya.
Karena itu, apakah benar Prabowo tak punya ghiroh? Apakah dia tak bisa menunjukkan gertak geraham plus gebrak meja seratus persen membela Palestina –sebagaimana diharapakan sebagian warganet kita?
Apakah benar komunikasi global Prabowo tak memperlihatkan sama sekali gaya komunikasi Islam?
Semua pertanyaan itu, sebetulnya, sudah luruh terjawab hanya beberapa hari dari pidato yang menyedot atensi publik negeri di awal pekan ini.
Prabowo, di mata penulis, justru punya ghiroh kuat dalam membela sesama Muslim, tapi dalam balutan teknik diplomasi serta gaya komunikasi cerdas.
Berikut dua argumennya. Pertama, keterangan pers Istana pada Rabu (24/9/2025) menyebutkan, simultan videonya sudah menyebar kemana-mana, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengapresiasi pidato Presiden Prabowo di Sidang Majelis Umum Ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Trump menilai Prabowo melakukan pekerjaan luar biasa dengan menyampaikan pidato yang penuh energi dan ketegasan.
“Pidato yang hebat. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan mengetukkan tangan di meja itu. Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa,” ujar Trump sambil menoleh ke arah Prabowo saat saat Multilateral Meeting on the Middle East yang berlangsung di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Selasa (23/9/2025).
Pujian yang tidak abal-abal, karena selain diliput banyak media massa global, juga disampaikan terbuka di depan pemimpin negara Islam lainnya seperti Emir Qatar Syekh Tamim ibn Hamad al-Thani, Raja Jordania Abdullah II, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, dan Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly.
Trump, yang kita ketahui sebagai beking utama mutakhir kejahatan genosida Israel (sebagaimana dilakukan Presiden AS lainnya), bahkan menyebut teknik komunikasi Prabowo sebagai gaya komunikasi yang “mampu menggugah perhatian para pemimpin dunia.”
Menilik hal ini, langsung saja, bukankah ini hal yang sangat menggembirakan? Seorang pemimpin negeri adidaya yang selalu membela Israel, nyatanya telah tersedot atensi dan impresinya oleh komunikasi Presiden Prabowo.
Bukankah ini angin segar yang bisa diolah lebih lanjut oleh Prabowo dan para pemimpin negara Islam lainnya?
Jika “pintu” sudah sedikit terbuka –setidaknya itu dalam tafsir awam penulis– maka upaya diplomasi bisa lebih mudah dan lancar.
Mari jujur akui dengan gaya mayoritas komunikasi di dalam negeri, semisal dalam berbagai demo bela Palestina selama ini, yang tak memberi ruang “harapan” bagi Israel berdaulat. Pokoknya 100 persen seluruhnya untuk Palestina!
Prabowo nyata piawai dan cerdas memberi ruang dulu bagi Israel dan kroninya untuk kemudian ditutup tetap dengan aspirasi Palestina berdikari juga. Narasi solusi dua negara yang selama ini digaungkan harus diakui cenderung mentok dan Presiden RI relatif bisa mencairkan narasi ini dengan memberi “nafas” dulu ke Israel.
Pujian media Israel
Kedua, publikasi Kompas.id (24/9) menuliskan, berbagai media ternama Israel juga memuji pidato Presiden Prabowo di depan majelis Sidang Umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB). Biasanya absolut bela Palestina, eh ada pemimpin negara Islam yang siap mengakui Israel dulu.
Harian Times of Israel menyebutkan, Prabowo telah menegaskan hak negara Israel untuk hidup damai. Redaksi media tersebut mengapresiasi pidato Prabowo tentang siap mengakui, menghormati, dan menjamin keselamatan dan keamanan negara Israel. “Setelah itu, barulah perdamaian tercapai,” kata Prabowo.
Adapun The Jerusalem Post melaporkan, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Mereka pun mengapresiasi frasa dalam pidato serupa; bahwa begitu Israel mengakui negara Palestina, maka Indonesia akan segera mengakui negara Israel.
Tidakkah ini juga hal yang menggembirakan? Media massa adalah gambaran sikap, opini, dan tindakan sebuah masyarakat.
Media massa adalah gambaran world of view sebuah negara pada world of view di luarnya. Wartawan adalah mereka, yang sejak lama, disebut sebagai penyalur utama aspirasi rakyat. Dan suara rakyat … bukankah itu suara Tuhan (vox populi vox dei)?
Maka, pidato Prabowo yang sekilas dianggap lemah padahal penuh strategi komunikasi tersebut, juga nyata sudah membuka “pintu” diskusi lebih lanjut.
Apresiasi media besar Israel adalah angin segar yang harus diolah, digiring, dikuatkan, juga diambil peluang terbaiknya oleh Prabowo dan para diplomat Indonesia.
Jangan sampai berhenti di pemberitaan semata. Dan, ini semua, dari sisi komunikasi Islam, kita harus akui bahwa ghiroh yang selama ini jadi senjata utama kita, tak cukup sebatas nyaris membela.
Ada kecerdasan dan kelihaian dalam mencari ruang dan mengisi rongga persepsi terutama dari para pembela Israel dan pembenci Palestina.
Lihatlah bagaimana Rasullah SAW mau juga tandatangan perjanjian Hudaibiyah dengan Quraisy hingga mengurungkan ibadah umroh hanya karena cerdas melihat peluang ke depan.
Hasil kecerdasan diplomasi itu berbuah hasil dengan Mekkah tak lama kemudian sepenuhannya dikuasai dengan peristiwa Fathul Mekkah-nya. Tak bisa ngotot menuntut dan ramai mencerca, justru carilah apa yang musuh senangi dulu sebelum lancarkan mis
Tak bisa ngotot menuntut dan ramai mencerca, justru carilah apa yang musuh senangi dulu sebelum lancarkan misi kekuatan peraih kemenangan.
Rasulullah yang sudah punya milisi dan loyalis super kuat saat pertama hijrah ke Yastrib (Madinah) juga tetap mau teken Piagam Madinah.
Mau hidup berdampingan dan menjaga empat kelompok kaum Yahudi di Madinah kala itu yang punya jejak rekam pengkhianat, semata memberi ruang dahulu untuk kemudian kendali sepenuhnya di Islam.
Ada ruang tasammuh (toleransi) dibuka dan dilonggarkan sebagai pijakan mencapai semua targetan kemenangan.
Singkatnya, Prabowo sudah ajarkan kita semua agar cerdas dan realistis dengan tidak membabi buta mendukung saudara kita Palestina dalam kenyataan diplomatik yang timpang.
Sejauh apapun usaha selama ini di PBB, hak veto AS selalu merubuhkannya. Komunikasi Muslim Indonesia jelas harus lihai mengimbangi seluruh itu dengan pendekatan serupa Rosul meraih daulat penuh hamper 14 abad silam.
Muhammad Sufyan Abd
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/09/27/13493181/komunikasi-prabowo-membela-islam