Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sikap Indonesia yang mendukung kemerdekaan dan kedaulatan Palestina dan segera mengakui negara Israel, jika solusi dua negara disepakati.
Ini esensi pidato Prabowo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa (23/9/2025)
Hingga September 2025, tercatat 153 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Arus dukungan ini kian menguat setelah negara-negara Barat besar seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Perancis menyusul memberikan pengakuan resmi.
Gelombang pengakuan tersebut bukan hanya langkah diplomatik, melainkan juga tekanan moral dan politik yang semakin mengisolasi Israel di panggung internasional, menandai lahirnya equilibrium keseimbangan baru dalam percaturan konfigurasi kekuatan politik global.
Pada momentum inilah, Presiden Prabowo tampil dengan peran strategisnya untuk meneguhkan solusi dua negara sebagai jalan keluar yang beradab, bukan sekadar kompromi politik, melainkan fondasi peradaban damai menggantikan logika konflik dan peperangan yang tak berkesudahan.
Pengakuan sejumlah negara Eropa terhadap Palestina merupakan koreksi atas sejarah panjang ambiguitas moralitas Barat.
Selama puluhan tahun, Eropa membiarkan genosida dan penindasan terjadi di Palestina dengan alasan geopolitik.
Gelombang pengakuan terhadap Palestina dari negara-negara besar mengubah peta kekuatan baru di tubuh PBB. Sekaligus ujian moral bagi umat manusia.
Pada titik ini, dunia dihadapkan pada pilihan historis: bertahan dalam peradaban konflik yang terus melahirkan penderitaan, atau beralih menuju peradaban damai yang menjunjung keadilan dan martabat kemanusiaan.
Dunia kian sulit menutup mata atas praktik genosida yang dilakukan Israel. Isolasi politik dan moral makin kuat, bahkan di kalangan sekutu tradisionalnya.
Label rogue state, label negara jahat yang sempat dinisbatkan Barat ke Irak, Iran dan Korea Utara, bisa menjadi kutukan balik ke Israel, jika tidak segera sadar diri.
Dalam perspektif equilibrium baru, keterlibatan komunitas global bukan lagi soal berpihak pada blok tertentu, tetapi menata ulang pranata nilai tatanan dunia yang lebih adil, di mana kemerdekaan Palestina adalah harapan besar hampir seluruh umat manusia di dunia.
Di sinilah peran strategis Presiden Prabowo menemukan relevansinya. Konsistensi politik luar negeri bebas aktif, menjadi modal komitmen politik untuk memperjuangkan Palestina.
Prabowo tidak hanya menyuarakan dukungan simbolik, tetapi meneguhkan solusi dua negara sebagai jalan realistis yang membuka ruang bagi koeksistensi damai.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan anggota aktif G20, Indonesia memiliki kredibilitas unik.
Prabowo dapat memainkan posisi sebagai honest broker, menjembatani dunia Islam dan Barat, sehingga diplomasi Indonesia tidak hanya terdengar di forum retorika, diharapkan menentukan arah kebijakan global.
Jalan damai Ratu Saba
Dalam khazanah Islam, kisah Ratu Saba (Bilqis) menjadi simbol jalan damai yang penuh kearifan.
Ketika dihadapkan pada kekuatan besar Nabi Sulaiman, Bilqis tidak memilih jalur konfrontasi. Ia datang dengan diplomasi, kebijaksanaan, dan penghormatan.
Jalan damai yang ditempuhnya tidak menunjukkan kelemahan, melainkan kebesaran jiwa untuk menempatkan maslahat rakyat di atas ego kekuasaan.
Kisah ini memberi pelajaran penting bagi dunia modern. Palestina–Israel bukan hanya konflik politik, tetapi juga krisis kemanusiaan yang membutuhkan keberanian moral untuk menempuh jalan damai.
Solusi dua negara dapat dipandang sebagai “jalan Bilqis” di era kini, menutup siklus permusuhan dan membuka babak konsistensi.
Presiden Prabowo, dengan konsistensinya pada diplomasi perdamaian, dapat menghidupkan kembali spirit Ratu Saba: menawarkan kearifan sebagai pengganti kekerasan, memilih diplomasi ketimbang penindasan, dan meneguhkan equilibrium baru global yang menjadikan perdamaian sebagai dasar peradaban.
Sebagaimana ratu Bilqis memilih damai untuk menyelamatkan rakyatnya, demikian pula para pemimpin negara di dunia saat ini dituntut untuk memilih solusi dua negara demi menyelamatkan masa depan kemanusiaan.
Prabowo mendorong pengakuan internasional terhadap Palestina tanpa menutup ruang dialog dengan Israel. Jalan tengah inilah yang dapat memulihkan martabat kemanusiaan sekaligus mencegah dunia terjebak dalam spiral konflik berkepanjangan.
Lebih jauh, dukungan Prabowo pada solusi dua negara juga dapat dibaca sebagai investasi politik luar negeri jangka panjang. Dunia membutuhkan paradigm shift: dari peradaban konflik menuju peradaban damai.
Sejarah telah menunjukkan, konflik hanya melahirkan dendam dan kehancuran, sementara koeksistensi melahirkan stabilitas dan kemakmuran bersama.
Sejarah kelak akan mencatat, apakah dunia memilih peradaban damai atau tetap bertahan dalam peradaban konflik.
Di titik kritis ini, suara Indonesia melalui Presiden Prabowo diharapkan dapat menjadi trensetter penentu arah menuju peradaban yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Semoga!
Dr. Eki Baihaki, M.Si.
Dosen Pascasarjana UNPAS