Program Makan Bergizi Gratis (MBG) lahir dari niat mulia negara untuk menyiapkan generasi sehat dan cerdas. Namun, serangkaian kasus keracunan membuat publik resah dan kepercayaan masyarakat terkikis. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat mencatat korban keracunan di Bandung Barat mencapai 1.333 orang hingga Jumat (26/09).
Pilihan kita kini jelas: membiarkan program raksasa ini terjerembab dalam tata kelola rapuh, atau berani melakukan perbaikan radikal dengan menegakkan standar keamanan, transparansi, dan akuntabilitas tanpa ego sektoral.
Niat Mulia, Tata Kelola Rapuh
Tidak ada yang meragukan urgensi MBG. Indonesia menghadapi masalah serius: stunting, anemia, hingga malnutrisi kronis yang menggerogoti kualitas generasi muda. Sepiring makan bergizi gratis di sekolah adalah intervensi negara yang sangat dibutuhkan. Namun, niat mulia bisa runtuh oleh tata kelola yang lemah.
Kasus keracunan yang berulang adalah lampu merah. Prinsip keamanan pangan—menjaga kebersihan, memisahkan pangan mentah dan matang, memasak dengan benar, menyimpan pada suhu aman, serta memakai bahan baku bersih—belum berjalan konsisten di lapangan.
MBG adalah investasi besar, tetapi tanpa tata kelola yang disiplin, investasi itu justru bisa berbalik menjadi kerugian kesehatan, hilangnya kepercayaan publik, bahkan kegagalan politik.
Belajar dari India dan China
Dunia punya pengalaman pahit sekaligus inspiratif. China, setelah skandal susu formula tercemar, melakukan reformasi besar-besaran: merevisi Undang-Undang Keamanan Pangan dengan menghadirkan ribuan standar teknis, kewajiban risk assessment, serta jaringan pemantauan mikrobiologi nasional. Kini, sistem pengawasan pangan China dianggap salah satu yang paling komprehensif di dunia.
India, lewat program Mid-Day Meal yang menjangkau lebih dari 100 juta anak sekolah, juga pernah diguncang kasus keracunan massal.
Pemerintah India menerapkan SOP ketat: mulai dari kewajiban mencicipi makanan sebelum disajikan, pemeriksaan kesehatan staf dapur, hingga menyimpan contoh makanan selama 24 jam untuk investigasi.
Pelajarannya jelas: program besar selalu rawan masalah, tetapi bukan untuk dihentikan—melainkan harus diperbaiki dengan tata kelola radikal, bukan sekadar tambal sulam.
Lima Langkah Mendesak
Ada lima langkah mendesak yang harus ditempuh oleh Badan Gizi Nasional:
Bangun dan terapkan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) sebagai protokol wajib di semua dapur dan rantai pasok MBG. Audit keamanan pangan harus bisa dilacak, bukan sekadar laporan administratif.
Fungsikan pengawasan berlapis. Libatkan akademisi untuk riset dan pelatihan, komunitas lokal untuk mengawasi praktik di lapangan, serta media untuk menjaga transparansi. Pemerintah pusat dan daerah tidak boleh berjalan sendiri.
Wujudkan transparansi penuh. Publikasikan data kasus keracunan, hasil audit, hingga daftar pemasok. Kepercayaan publik hanya lahir dari keterbukaan dan konsistensi untuk meraih kembali kepercayaan.
Berlakukan sanksi keras. Siapa pun yang lalai—mulai dari pemasok hingga pejabat—harus mendapat sanksi tegas. Tanpa hukuman, kelalaian akan terus berulang.
Bangun ekosistem sehat. MBG tidak boleh mematikan kantin sekolah, koperasi siswa, dan UMKM lokal. Mereka harus diberdayakan sebagai bagian dari rantai pasok resmi MBG. Dengan kemitraan, kantin sekolah bisa ikut menyalurkan makanan bergizi terstandarisasi sekaligus tetap menjadi ruang edukasi dan interaksi sosial siswa.
Dari Keracunan ke Kepercayaan
MBG adalah program mulia, tapi ia hanya akan selamat bila dijalankan dengan tata kelola radikal. Kasus keracunan tidak boleh dianggap “biaya belajar”, melainkan peringatan keras bahwa nyawa anak-anak tak bisa dipertaruhkan.
China dan India membuktikan, program masif bisa tetap berjalan jika tata kelola diperbaiki. Indonesia tidak boleh ragu. Jalan selamat MBG bukan pada penghentian, melainkan perbaikan total yang disiplin, transparan, dan inklusif.
Pada akhirnya, sepiring makan gratis bukan sekadar soal gizi. Ia adalah soal kepercayaan: apakah negara benar-benar menjaga anak-anaknya, atau justru membiarkan mereka menanggung risiko akibat kelalaian di kemudian hari?
Dr. Eki Baihaki
Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan
Sumber: https://www.inilah.com/perbaikan-tata-kelola-radikal-jalan-selamat-mbg