Peringatan 80 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia bukan sekadar selebrasi, tetapi menjadi ruang refleksi bagi kita semua untuk meneguhkan kembali pesan kebangsaan. Di tengah ancaman bangsa yang nyata berupa kerusakan lingkungan, Kampung Cendekia menghadirkan agenda kebangsaan yang menyatukan kepedulian, pengetahuan, dan aksi nyata.
Bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi, yang diwakili Kabid Tata Lingkungan DLH Cimahi adalah Agus Irwan Kustiawan dan Forum Puri Cipageran Indah 1 (FPCI 1), kegiatan dilaksanakan di Smart Garden dengan semangat kolaborasi dan keberlanjutan.
Agenda ini mencakup : Penanaman pohon sebagai simbol harapan baru untuk bumi yang hijau dan udara yang sehat. Dan sosialisasi peduli lingkungan dan pengolahan sampah tuntas di tempat, sebagai langkah konkret membangun kesadaran kolektif dan budaya ramah lingkungan.
Dengan semangat kemerdekaan, mari kita jadikan kepedulian terhadap lingkungan sebagai wujud cinta tanah air yang sesungguhnya. Merawat bumi berarti menjaga masa depan bangsa.
Kemerdekaan bukan sekadar peristiwa historis yang kita kenang tiap 17 Agustus. Ia adalah janji untuk terus memerdekakan diri dari kebiasaan yang melemahkan bangsa—termasuk abai terhadap lingkungan. Di abad ini, ancaman yang kian nyata bagi Indonesia adalah kerusakan ekologis: kualitas udara yang menurun, air yang tercemar, tanah yang letih menanggung residu gaya hidup konsumtif dan hedonis dan sekali pakai. Inilah tantangan kebangsaan kita hari ini.

Al-Qur’an mengingatkan, “Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya” (QS. Al-A‘raf: 56). Prinsip ini bukan hanya etika teologis, tapi landasan kebijakan dan perilaku warga negara. Islam memosisikan manusia sebagai khalifah fil-ardh—pemelihara dan penyeimbang—yang berkewajiban menjaga amanah ciptaan (QS. Al-An‘am: 165). Karena itu, kerja-kerja ekologis bukan sampingan; merupakan bagian dari ibadah sosial.
Kemerdekaan yang Berwujud Tanggung Jawab
Kampung Cendekia mengajak kita membaca ulang makna “merdeka”. Merdeka dari boros energi, merdeka dari budaya buang sampah sembarangan, merdeka dari sikap menunda perubahan. Kolaborasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi dan Forum Puri Cipageran Indah 1 (FPCI 1), menumbuhkan Gerakan kebangsaan yang berdimensi ekologis di Smart Garden—hutan kota asri dan hijau, ruang belajar bersama, tempat praktik baik ditumbuhkan secara terbuka.
Dilaksanakan dua agenda penting Pertama, penanaman pohon—ikhtiar sederhana namun strategis: menaikkan tutupan hijau, meningkatkan keanekaragaman hayati dan menumbuhkan keterikatan emosional warga pada ruang hidupnya. Kedua, sosialisasi peduli lingkungan dan pengolahan sampah tuntas di tempat—membudayakan 4R (reduce, reuse, recycle, replace) utamanya pengomposan serta pemilahan sejak sumber. Perjuangan kecil dan senyap diawali dari dapur, di halaman, dan di ruang publik milik bersama.

Dari Kesalehan Pribadi ke Kesalehan Sosial–Ekologis
Sering kali kita memisahkan “ibadah” dari urusan lingkungan. Padahal, “Kebersihan adalah sebagian dari iman” (HR. Muslim)—sebuah prinsip yang, bila diwujudkan di tingkat rumah tangga, akan menekan timbunan sampah secara signifikan. Kesalehan personal menemukan maknanya saat menjadi kesalehan sosial–ekologis: disiplin memilah sampah, mengurangi plastik sekali pakai, mengompos sisa organik, dan memastikan anorganik bernilai kembali.
Di sinilah kolaborasi pentaheliks—pemerintah, komunitas, kampus, pelaku usaha, media—dibutuhkan. DLH menata kebijakan dan dukungan teknis; komunitas seperti FPCI 1 memastikan kedisiplinan sosial; kampus memberi pendampingan sains terapan; pelaku usaha membuka rantai nilai daur ulang; media menumbuhkan budaya baru melalui narasi yang konsisten. Kampung Cendekia menganyamnya menjadi ekosistem yang saling menguatkan.
Praktik Baik yang Bisa Direplikasi
Ada tiga lompatan yang layak diejawantahkan di lingkungan : Pertama pengolahan sampah tuntas dirumah atau kawasan. Setiap rumah mempraktikkan pemilahan dua/ tiga wadah, pengomposan skala rumah (takakura/ember tumpuk), dan bank sampah untuk anorganik bernilai.
Kedua, ruang Hijau sebagai Sekolah Terbuka, Smart Garden diihtiarkan bukan sekedar taman hias, melainkan laboratorium warga: kelas kompos, bibit, hidroponik, dan bank benih. Anak–remaja belajar sains lingkungan; orang tua memberi teladan.
Ketiga, membangun ekositem ekonomi sirkuler. Menghubungkan pelapak/UMKM daur ulang, bank sampah, dan program CSR lokal sehingga sampah bukan beban, melainkan bahan baku ekonomi sirkular. Transparansi data membuat warga melihat dampak nyata dari kebiasaan baru mereka.
Ikrar Kebangsaan yang Relevan
Bangsa ini lahir dari gotong royong. Menyelamatkan lingkungan butuh semangat yang sama. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 205). Maka, merawat bumi adalah bagian dari menjaga marwah kemerdekaan.
Dengan ikhtiar yang konsisten, insya Allah kemerdekaan kita tidak hanya dikenang, tetapi juga dirasakan oleh tanah, air, udara, dan generasi yang akan mewarisinya. Merdeka untuk Bumi, Merdeka untuk Masa Depan anak cucu kita.